TIADA HENTI MENUMBUHKAN IMAN ANAK DI SEKOLAH DAN DI TENGAH MASYARAKAT

Oleh ; Ch. Tri Ambar Susilowati, S.Ag

Sebagai Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik secara umum hampir tidak ada hambatan yang berarti. Namun demikian tidak mungkin ada pekerjaan yang sempurna. Khususnya menghadapi anak didik usia SD, memang sedikit terkendala .

Antara lain masih ketemu beberapa anak yang belum lancar membaca dan menulis, sehingga materi pembelajaran tidak tercapai seperti alokasi waktu dalam program semester. Ada juga kendala.yakni anak didik yang masih belum bisa fokus belajar, maunya bermain - main saja. Ada juga anak- anak yang masih belum familier terhadap istilah-istilah yang sebenarnya sudah lazim dalam hidup menggereja yang didasari iman Katolik.

Sementara itu saya sendiri lebih lama pengalaman mengajar pada jenjang SMP (usia remaja) , meski saya mengajar juga di jenjang SD. Meski ada beberapa kendala seperti di atas, saya tetap semangat untuk dapat mengatasinya. Memang dalam hal ini dituntut sabar, tekun dan telaten. Karena mereka sangat berharga untuk dibentuk sesuai dengan talenta kemampuan masing - masing. Dan dengan kesabaran serta rasa mengayomi mereka menjadi percaya diri dan tidak ada rasa takut kepada Guru.

Jadi.menghadapi anak didik yang beranekaragam kemampuan, karakter, latar belakang sosial dan.lain sebagainya saya tetap dapat menghadapi mereka dengan sukacita. Dinamika mengajar pastinya tidak akan mungkin monoton dengan salah satu metode saja. Kondisi dari.peserta didik menuntut adanya perubahan penerapan suatu metodologi pembelajaran. Sebagai contoh bagi peserta didik yang kurang mampu akan mendapat pebdampingan yang lebih dibanding yang sudah mampu menyerap materi pembelajaran. Anak anak yang sudah mampu kita apresiasi.

Bagi yang kurang kita support dengan motivasi dan cerita inspirasi dari kisah kisah Kirab Suci. Memang menjadi tugas Guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran secara menarik. Maka disinilah letaknya bahwa saya sebagai Guru harus dapat menyesuaikan dengan dengan situasi dan kondisi. Sebenarnya ada metodologi layaknya permainan, namun butuh personil beberapa orang, namun peserta didik tidak mencukupi.

Bisa juga dengan media visual dan audio , namun yang ini saya tidak.menguasai alias gaptek. Maka metodologi yang paling memungkinkan adalah menampilkan cerita. Menjadi Guru Pendidikan Agama Katolik sudah menjadi.kenyataan. Mengingkari dan mengabaikan realita ini hanya akan menjadikan hidup dan tugas kehilangan makna dan Berkat.

Tulis Komentar

Komentar Terbaru

Belum ada komentar.