Bersama Mereka Aku Belajar, Mengajar dengan Hati

By : Lafira Ramadhia, S.Pd

Setelah mengajar selama setahun ini di kelas 1, dan jika saya boleh jujur, perjalanan ini telah menjadi salah satu pengalaman paling berharga sekaligus penuh tantangan dalam hidup saya. Setiap hari saya belajar, tidak hanya tentang bagaimana menjadi guru yang lebih baik, tetapi juga tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih sabar, empatik, dan terus berkembang.

Saya masih mengingat hari pertama mengajar. Ada perasaan gugup bercampur semangat. Saya masuk ke kelas dengan persiapan yang saya anggap matang—rencana pembelajaran yang rapi, media pembelajaran yang lengkap, dan harapan besar untuk bisa menginspirasi anak-anak. Namun, kenyataannya jauh dari yang saya bayangkan. Anak-anak tidak bisa duduk diam lebih dari lima menit, mereka cepat bosan, dan tidak semua materi bisa diterima dengan mudah. Saat itulah saya menyadari, bahwa mengajar bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi bagaimana memahami karakter dan kebutuhan setiap anak.

Selama setahun ini, saya mengalami dinamika kelas yang luar biasa. Saya belajar bahwa metode yang berhasil di satu kelas belum tentu berhasil di kelas lain. Anak-anak memiliki keunikan masing-masing. Ada yang cepat menangkap pelajaran, ada yang perlu pendekatan khusus, dan ada pula yang lebih berkembang lewat praktik langsung dibanding teori. Saya pun mulai bereksperimen—menggunakan permainan edukatif, pembelajaran berbasis proyek, hingga pendekatan tematik yang mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Saya juga belajar bahwa menjadi guru berarti harus siap menghadapi hari-hari yang tidak selalu ideal. Ada hari di mana anak-anak rewel, sulit dikendalikan, bahkan ada konflik antarsiswa yang harus diselesaikan dengan bijak. Namun, dari semua itu, saya belajar untuk tidak cepat menyerah dan selalu mencari cara untuk memperbaiki diri.

Salah satu tantangan terbesar dalam satu tahun ini adalah menjaga keseimbangan antara aspek akademik dan karakter. Saya ingin murid-murid saya pintar, tetapi lebih dari itu saya ingin mereka menjadi anak-anak yang jujur, sopan, peduli, dan bertanggung jawab. Untuk itu, saya harus menjadi teladan terlebih dahulu. Saya belajar untuk lebih sabar dalam menghadapi kesalahan mereka, lebih peka terhadap perasaan mereka, dan lebih terbuka dalam mendengarkan suara mereka.

Tantangan lainnya datang dari orang tua murid. Tidak semua komunikasi berjalan lancar. Ada orang tua yang sangat terlibat, tetapi ada juga yang sulit diajak bekerja sama. Menghadapi itu semua, saya belajar pentingnya membangun hubungan yang baik dengan keluarga siswa. Ketika komunikasi terjalin dengan baik, proses pendidikan berjalan lebih efektif karena ada sinergi antara rumah dan sekolah.

Di balik tantangan, ada banyak momen yang membuat saya bangga dan haru. Saya masih ingat bagaimana salah satu siswa yang awalnya kesulitan membaca, kini bisa membaca dengan lancar berkat latihan terus-menerus. Atau bagaimana seorang anak yang pendiam dan pemalu kini bisa tampil percaya diri di depan kelas.

Saya juga bangga karena anak-anak saya mulai menunjukkan kepedulian terhadap temannya, saling membantu, dan belajar bekerja sama. Nilai-nilai karakter yang saya tanamkan perlahan mulai tumbuh dalam diri mereka.

Setahun ini membuat saya menyadari bahwa menjadi guru bukan sekadar profesi, tetapi sebuah panggilan jiwa. Saya tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, membimbing, dan tumbuh bersama anak-anak. Saya belajar untuk terus belajar, mengevaluasi diri, dan tidak cepat puas.

Saya menyadari masih banyak yang harus saya perbaiki—dari segi pengelolaan kelas, strategi pembelajaran yang lebih variatif, hingga membangun hubungan yang lebih dalam dengan siswa dan orang tua. Ke depan, saya berharap bisa terus meningkatkan kualitas diri sebagai pendidik, tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga dalam membentuk karakter dan mental anak-anak agar siap menghadapi masa depan.

Mengajar di kelas 1 telah mengubah cara pandang saya terhadap dunia pendidikan. Saya belajar bahwa keberhasilan bukan hanya diukur dari nilai ujian, tetapi dari senyum yang tumbuh di wajah anak-anak ketika mereka memahami sesuatu, dari pelukan hangat yang mereka berikan, dan dari kepercayaan yang mereka tunjukkan kepada saya.

Tulis Komentar

Komentar Terbaru

Kai Hamizan User
24 Jun 2025, 21:08

Terimakasih miss Fira sudah memberikan ilmu dan kesabaran yang tidak ada batas ny, terimakasih sudah mencintai Kai seperti orang tua sendiri, terimakasih untuk kasih sayang ny miss, Miss Fira Best I ever Had