Sains, Kepemimpinan, dan Persahabatan: Cerita dari Bandung

Erni Sutrasari, M.Pd

Agustus 2025, Bandung menjadi panggung pertemuan 30 peserta dari delapan negara Asia Tenggara—Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, dan Timor Leste—dalam Training Course on Science Classroom Supervision: Instructional Leadership for School Leaders yang diadakan SEAMEO QITEP in Science (SEAQIS).

Selama tujuh hari intensif, para peserta menyelami tren global pendidikan sains, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam supervisi kelas, serta penerapan Nature of Science (NOS). Diskusi mengalir dari praktik supervisi berbasis data di Singapura, Professional Learning Community (PLC) di Indonesia, hingga strategi kolaboratif dalam mengimplementasikan “Instructional Leadership”dari Thailand, Vietnam, Timur Leste dan Kamboja—semuanya memberi inspirasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sains yang relevan dan kontekstual.

Materi dari Ibu Dwi Esti Andriani tentang Leadership for Learning (LfL) memperkaya pemahaman peserta. LfL tidak sekadar peran kepala sekolah, tetapi kepemimpinan kolaboratif yang melibatkan guru, siswa, dan komunitas. Mengacu pada riset MacBeath, Hallinger, Robinson, dan Leithwood, beliau memaparkan enam praktik inti: menetapkan fokus pembelajaran yang jelas, mendorong pembelajaran profesional berkelanjutan, menggunakan bukti untuk menginformasikan praktik, mengembangkan kapasitas kepemimpinan, melibatkan siswa sebagai mitra belajar, dan membangun keterhubungan dengan komunitas.

Peserta juga mendalami paradigma baru supervisi pendidikan di era AI—dari pemantauan real-time berbasis dashboard, feedback otomatis pada rencana pembelajaran, hingga pembentukan PLC virtual lintas negara. Pendekatan ini menegaskan bahwa teknologi bukan pengganti, tetapi penguat peran manusia dalam menciptakan supervisi yang adil, mendukung, dan berbasis bukti.

Konsep Nature of Science yang disampaikan dalam pelatihan menekankan tiga dimensi: sains sebagai kumpulan pengetahuan, sebagai proses, dan sebagai cara berpikir. Implementasinya mendorong pembelajaran berbasis inkuiri, proyek, dan pemecahan masalah, di mana siswa bukan hanya memahami teori, tetapi juga mengembangkan sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, keterbukaan, dan kejujuran ilmiah.

Kunjungan lapangan ke SDN 164 Karangpawulang memberi kesempatan peserta mengamati langsung pembelajaran kontekstual yang memadukan kurikulum nasional dengan proyek kolaboratif, pendekatan inkuiri, dan penggunaan media sederhana namun efektif. Perjalanan berlanjut ke Museum Geologi Bandung untuk menggali kekayaan geologi Indonesia, serta ke Saung Angklung Udjo untuk menikmati harmoni musik bambu dan persahabatan lintas budaya.

Dari diskusi serius hingga tawa dalam malam budaya, semua pengalaman ini menyampaikan satu pesan kuat: belajar tidak dibatasi oleh tembok kelas. Dengan kepemimpinan yang visioner, kolaborasi lintas negara, dan pemanfaatan teknologi yang bijak, pembelajaran sains dapat menjadi lebih seru, relevan, dan bermakna bagi masa depan.

Tulis Komentar

Komentar Terbaru

Ressy Riezki Chairani User
13 Aug 2025, 19:54

Sains yg menyenangkan dapat memantik rasa ingin tahu dan berpikir kritis anak

Rinaldo User
13 Aug 2025, 19:47

Keren dan informatif